Kekalahan Ahok di DKI dan Kans Menang Jokowi di Pilpres 2019
Sejumlah lembaga survei menempatkan Jokowi-Ma'ruf Amin di atas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Survei yang dilakukan Lembaga Survei Cyrus Network pada 18-23 Januari 2019 terhadap 1.230 responden menunjukkan elektabilitas Jokowi 57,5 persen-Prabowo 37,2 persen. Survei Charta Politika pada 22 Desember 2018-8 Januari 2019 menunjukkan Jokowi-Ma'ruf Amin 53,2 persen dan Prabowo-Sandiaga 34,1 persen.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin berpendapat pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin memang lebih berpeluang menang dalam Pilpres 2019. Menurutnya, Jokowi-Ma'ruf diunggulkan karena berstatus petahana.
"Siapa yang lebih mampu dan lebih siap, saya tidak memihak kepada manapun yang jelas kemungkinan incumbent ada peluang lebih besar (menang) daripada kubu 02," ujar Ujang dalam diskusi bertema 'Mengukur Kesiapan 01 dan 02 Menuju 17 April' di Jakarta, Kamis (28/2).
Ujang menuturkan mayoritas petahana selalu diuntungkan dalam setiap gelaran pemilu. Sebab, petahana bisa menawarkan program yang telah dan akan dikerjakan jika kembali terpilih.
Dalam konteks Pilpres 2019, Ujang menilai program Jokowi lewat Kartu Pra-Kerja, KIP Kuliah, dan Kartu Sembako Murah merupakan program yang efektif untuk menggaet dukungan. Ketiga kartu itu, Ujang nilai merupakan jurus pamungkas yang digunakan paslon 01 untuk membantah semua narasi kubu 02 soal pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan pangan.
"Tapi apakah itu akan efektif tergantung. Karena dalam konteks program incumbent jika dia dikelola dengan baik maka tentu akan ada hasil dampak terhadap elektoral. Begitupun sebaliknya," ujarnya.
Sementara, kata Ujang, kubu Prabowo-Sandi belum mampu membuat program pamungkas seperti milik Jokowi-Ma'ruf. Ia memandang kubu Prabowo-Sandi lebih banyak membangun narasi negatif dan sporadis dengan membangunkan kembali isu lama untuk mengikis elektabilitas Jokowi-Ma'ruf.
"Karena narasi yang dikembangkan adalah program yang tidak ada, maka serangan itu mudah dipatahkan oleh 01," ujar Ujang.
Narasi yang dijajakan Jokowi dan Prabowo memang cukup bertolak belakang. Jika Jokowi menarasikan Indonesia yang penuh optimisme, kubu Prabowo justru menceritakan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan dihadapi oleh Indonesia di masa depan.
Prabowo dalam beberapa kesempatan sempat mengingatkan Indonesia terancam punah atau bubar pada 2030. Prabowo juga beberapa kali mengingatkan soal krisis air yang mengancam dunia dan dampaknya kepada Indonesia.
Narasi-narasi negatif itu diklaim Prabowo berdasarkan hasil kajian dari lembaga atau pemikir yang ia baca. Sebaliknya, Jokowi, meski beberapa kali terjebak dalam narasi negatif, lebih sering mengusung narasi dan program yang penuh optimisme.
Ujang menangkap perbedaan itu. Dia mengatakan paslon 01 dan 02 memang tidak memiliki kesamaan karakter. Dalam konteks elektoral, perbedaan kontras itu membuat salah satu paslon yang mengalami penurunan elektabilitas akan berimbas pada kenaikan elektabilitas paslon lainnya.
Pola elektoral di Pilpres 2019 dikatakan Ujang berbeda dengan Pilkada DKI 2017 ketika Basuki Tjahaja Purnama selaku petahana berhasil dikalahkan oleh pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Ia berkata Pilkada DKI yang diikuti oleh tiga pasangan calon memiliki dua calon dengan karakteristik yang sama, yakni Anies Baswedan dengan Agus Harimurti Yudhoyono.
"Bejana antara Anies dengan AHY hampir sama. Jadi kalau salah satunya kalah kita tahu suaranya akan ke mana. Kalau Pilpres berhadapan dua kandidat maka sesungguhnya ketika yang satu naik maka yang satu turun," ujarnya.
Ujang berkata Pilpres 2019 merupakan pertarungan ulang dalam Pilpres 2014 dengan gaya yang berbeda. Ia menyebut perbedaan itu terjadi karena kampanye di Pilpres 2019 lebih banyak dilakukan di media sosial. Sementara di Pilpres 2014 cenderung konvensional.
Ibarat Langit dan Sumur
Juru Bicara TKN Arief Rosyid Hasan meyakini Prabowo-Sandiaga kalah di Pilpres 2019. Keyakinan itu berdasarkan hasil sejumlah lembaga survei menyatakan Jokowi-Ma'ruf unggul jauh dari Prabowo-Sandi. Rasyid juga menyebut harapan Prabowo-Sandi dapat mengamankan suara swing voters sekitar 14 persen hanya mimpi semata.
"Saya kira dua debat terakhir itu semakin membuktikan sebabnya bahwa kelas 01 dengan 02 bagaikan langit dan sumur bor," ujar Arief.
Arief mengklaim Jokowi lebih berpengalaman dan memiliki kapasitas menjadi presiden ketimbang Prabowo. Jokowi, kata dia, juga masih memiliki banyak program yang akan diberikan kepada masyarakat di sisa masa kampanye.
"Kami optimis pasangan 01 memenangkan pertarungan ini dan insyaallah akan bertambah jarak yang ada selama ini," ujarnya.
Jubir BPN Prabowo-Sandi, Faldo Maldini tak mempermasalahkan klaim yang sampaikan TKN hingga segala riset yang ada selama ini. Namun, ia meyakini segala hal itu merupakan pemantik bagi pihaknya untuk bekerja keras di sisa masa kampanye.
"Kami termasuk orang yang menghargai hasil pengamat dan analisis. Bahkan analisis di 01 kami analisis lagi," ujar Faldo.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190301073124-32-373649/kekalahan-ahok-di-dki-dan-kans-menang-jokowi-di-pilpres-2019
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin berpendapat pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin memang lebih berpeluang menang dalam Pilpres 2019. Menurutnya, Jokowi-Ma'ruf diunggulkan karena berstatus petahana.
"Siapa yang lebih mampu dan lebih siap, saya tidak memihak kepada manapun yang jelas kemungkinan incumbent ada peluang lebih besar (menang) daripada kubu 02," ujar Ujang dalam diskusi bertema 'Mengukur Kesiapan 01 dan 02 Menuju 17 April' di Jakarta, Kamis (28/2).
Ujang menuturkan mayoritas petahana selalu diuntungkan dalam setiap gelaran pemilu. Sebab, petahana bisa menawarkan program yang telah dan akan dikerjakan jika kembali terpilih.
Dalam konteks Pilpres 2019, Ujang menilai program Jokowi lewat Kartu Pra-Kerja, KIP Kuliah, dan Kartu Sembako Murah merupakan program yang efektif untuk menggaet dukungan. Ketiga kartu itu, Ujang nilai merupakan jurus pamungkas yang digunakan paslon 01 untuk membantah semua narasi kubu 02 soal pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan pangan.
"Tapi apakah itu akan efektif tergantung. Karena dalam konteks program incumbent jika dia dikelola dengan baik maka tentu akan ada hasil dampak terhadap elektoral. Begitupun sebaliknya," ujarnya.
Sementara, kata Ujang, kubu Prabowo-Sandi belum mampu membuat program pamungkas seperti milik Jokowi-Ma'ruf. Ia memandang kubu Prabowo-Sandi lebih banyak membangun narasi negatif dan sporadis dengan membangunkan kembali isu lama untuk mengikis elektabilitas Jokowi-Ma'ruf.
"Karena narasi yang dikembangkan adalah program yang tidak ada, maka serangan itu mudah dipatahkan oleh 01," ujar Ujang.
Narasi yang dijajakan Jokowi dan Prabowo memang cukup bertolak belakang. Jika Jokowi menarasikan Indonesia yang penuh optimisme, kubu Prabowo justru menceritakan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan dihadapi oleh Indonesia di masa depan.
Prabowo dalam beberapa kesempatan sempat mengingatkan Indonesia terancam punah atau bubar pada 2030. Prabowo juga beberapa kali mengingatkan soal krisis air yang mengancam dunia dan dampaknya kepada Indonesia.
Narasi-narasi negatif itu diklaim Prabowo berdasarkan hasil kajian dari lembaga atau pemikir yang ia baca. Sebaliknya, Jokowi, meski beberapa kali terjebak dalam narasi negatif, lebih sering mengusung narasi dan program yang penuh optimisme.
Ujang menangkap perbedaan itu. Dia mengatakan paslon 01 dan 02 memang tidak memiliki kesamaan karakter. Dalam konteks elektoral, perbedaan kontras itu membuat salah satu paslon yang mengalami penurunan elektabilitas akan berimbas pada kenaikan elektabilitas paslon lainnya.
Pola elektoral di Pilpres 2019 dikatakan Ujang berbeda dengan Pilkada DKI 2017 ketika Basuki Tjahaja Purnama selaku petahana berhasil dikalahkan oleh pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Ia berkata Pilkada DKI yang diikuti oleh tiga pasangan calon memiliki dua calon dengan karakteristik yang sama, yakni Anies Baswedan dengan Agus Harimurti Yudhoyono.
"Bejana antara Anies dengan AHY hampir sama. Jadi kalau salah satunya kalah kita tahu suaranya akan ke mana. Kalau Pilpres berhadapan dua kandidat maka sesungguhnya ketika yang satu naik maka yang satu turun," ujarnya.
Ujang berkata Pilpres 2019 merupakan pertarungan ulang dalam Pilpres 2014 dengan gaya yang berbeda. Ia menyebut perbedaan itu terjadi karena kampanye di Pilpres 2019 lebih banyak dilakukan di media sosial. Sementara di Pilpres 2014 cenderung konvensional.
Ibarat Langit dan Sumur
Juru Bicara TKN Arief Rosyid Hasan meyakini Prabowo-Sandiaga kalah di Pilpres 2019. Keyakinan itu berdasarkan hasil sejumlah lembaga survei menyatakan Jokowi-Ma'ruf unggul jauh dari Prabowo-Sandi. Rasyid juga menyebut harapan Prabowo-Sandi dapat mengamankan suara swing voters sekitar 14 persen hanya mimpi semata.
"Saya kira dua debat terakhir itu semakin membuktikan sebabnya bahwa kelas 01 dengan 02 bagaikan langit dan sumur bor," ujar Arief.
Arief mengklaim Jokowi lebih berpengalaman dan memiliki kapasitas menjadi presiden ketimbang Prabowo. Jokowi, kata dia, juga masih memiliki banyak program yang akan diberikan kepada masyarakat di sisa masa kampanye.
"Kami optimis pasangan 01 memenangkan pertarungan ini dan insyaallah akan bertambah jarak yang ada selama ini," ujarnya.
Jubir BPN Prabowo-Sandi, Faldo Maldini tak mempermasalahkan klaim yang sampaikan TKN hingga segala riset yang ada selama ini. Namun, ia meyakini segala hal itu merupakan pemantik bagi pihaknya untuk bekerja keras di sisa masa kampanye.
"Kami termasuk orang yang menghargai hasil pengamat dan analisis. Bahkan analisis di 01 kami analisis lagi," ujar Faldo.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190301073124-32-373649/kekalahan-ahok-di-dki-dan-kans-menang-jokowi-di-pilpres-2019
Comments
Post a Comment